Selasa, 06 Januari 2009

Jihad Pendidikan!



GEDHEK JIHAD LEWAT BOBROK

“Kekacauan Negara ini berawal dari kesalahkaprahan. Kekacuan Negara ini karna kebodohan. Kekacauan Negara ini berawal dari sebuah nafsu persaingan yang berlebih-lebihan. Negara ini tidak memiliki rasa rendah hati sebiji sawi pun. Orang-orang di Negara ini selalu ingin menang… Selalu ingin dipuji… Selalu ingin maju paling depan dengan mengatasnamakan prestasi…”

Malem Selasa yang indah. Gedhek, seperti biasa berorasi dengan naskah pendidikan. Udah biasa sih kalo anak-anak Komunitas Belajar Alternatif Qaryah Thayyibah tuh suka jadi sensasi. Bukan sengaja bikin sensasi lho ya. Tapi nggak tau deh, tiap ngisi acara di event mana aja, pasti anak-anak Alternatif tuh jadi sorotan utama. Ini bukannya narsis, tapi emang bener. Contoh kecilnya ya pas kemaren anak-anak iseng ikut lomba bikin ide proposal di Festival Film Dokumenter Jogja yang pesertanya seIndonesia. Udah menang 5 besar, masih ditambah presentasi tentang pendidikan Alternatif yang gila-gilaan lagi. Eh, taunya juri udah pada kenal toh sama pak kepsek kita, Drs Bahrudin (halah, hehehe).
Sebenernya Gedhek sendiri dari awal berdiri, nggak mau matok untuk selalu bawain naskah tentang pendidikan kok. Banyak naskah-naskah kami yang bicara tentang kehidupan sosial lainnya. Ada tari-tarian tentang mimpi, ada naskah tentang penghormatan pada orang gila, sampai kepada naskah tentang orasi Global Warming. Meskipun jujur, aku pribadi – yang di sini sebagai lurah Gedhek- emang belakangan lagi concern dan sengaja banget pengen menjadikan teater ini sebagai salah satu wadah dakwah. Caelah dakwah. Bahasanya yang lebih tinggi lagi, JIHAD.
Waduh!
Ya tapi nyatanya semalem terbukti. Yang biasanya Gedhek tuh dicaci maki sama audience, tapi semalem sebaliknya. Sebaliknya banget malah. Aku sampe terbang sendiri dibikin sama para sesepuh teater. Nggak nyangka aja. Ternyata teater kita yang berdiri dan berjalan tanpa guru akhirnya dapet sambutan hangat. Bahkan kalo aku bilang sih, yang semalem itu udah sebuah penghargaan kali, bukan lagi sambutan hangat. Penampilan teater-teater lain yang notabene semuanya anak kampus emang secara tekhnis jelas bagus mereka banget-banget dari kita yang anak-anak kecil dan nggak ada guru ini. Mungkin kami emang belom kenal apa itu teater suryalis, abstrak, realis dan bla bla bla lainnya. Tapi Gedhek selalu mengedepankan isi. Dan kebukti, Mas Tung-Tung –selaku senior teater GETAR dari kampus STAIN yang juga pernah beberapa kali kami minta untuk bergabung dengan GEDHEK- akhirnya toh mengakui bahwa GEDHEK sudah sangat matang dalam menyampaikan isi. Padahal neh ya, yang namanya mas Tung-Tung tuh kalo lagi ngajar Gedhek yang ada cuman maki-makiiii aja. Hehehehe, taunya kalo di belakang beliau muji-muji. Ada anak Gedhek yang pernah mergokin beliau bilang sama anak-anak teater kuliahan.


“Kayak anak-anak Qaryah Thayyibah tuh. Mereka masih kecil-kecil tapi mandiri.”
Lah, mas Tung-tung kenapa make jaim segala sih? Kalo mau muji-muji jangan tanggung-tanggung kali. Di depan kami aja sekalian. Hehehehe. Ya tapi baguslah kalo begitu. Mending begitu daripada sebaliknya. Mas Tung-tung mungkin nggak pengen kita jadi anak-anak yang cepet puas.
Jujur aja kami lega dengan penampilah semalem. Meskipun masih tampil secara ekslusif alias yang nonton juga para seniman teater, tapi kebukti naskah yang kami maenkan mampu merubah mindset dan cara bicara mereka ketika forum diskusi dibuka. Aku sebenernya malu neh ama mas Tung-Tung. Nggak taunya Alhamdulillah beliau bilang naskah yang aku tulis bagus. Jujur, baru sekali ini kami denger mas Tung-Tung berani muji-muji di depan gitu. Di depan banyak orang lagi. Udah nggak tahan kali ya. Udah dari dulu kali pengen muji-muji gitu, tapi berusaha jangan. Hahaha. Akhirnya, dikau memuji kami juga mas Tung-Tung. Padahal biasanya tiap kita abis tampil, apa coba dia bilang? Teater Murtad! Weleh, gila aja. Masa sampe begitu sebutannya, saking mau mendem jaimnya kalo sebenernya hati mau bilang kagum sama Gedhek?! Wakakakak.
“Kalo perlu, naskah ini harus kalian maenkan di depan SBY!”
Wew!. Aku sama temen-temen speechless. Mas Tung-tung, sesepuh teater dan anak-anak teater kampus lainnya juga pada seneng sama naskah kami. Meskipun mereka mengakui masih banyak efek visual yang kurang sana sini, tapi mereka mengakui bahwa tekhnis itu nomor sekian. Yang penting isinya. Perkara akting atau gaya panggung yang laen itu adalah perkara proses. Cieee…. Udah pada bisa langsung bilang begitu ya. Padahal, aku pikir tampil di depan seniman untuk naskah yang beginian tuh nggak sampe sebegitu ngaruhnya. Soalnya seniman kan juga nggak pada peduli sekolah. Tapi ini kok, kayaknya langsung pada beda. Yang biasanya pada memberatkan tekhnis perform, sekarang langsung pada bilang yang penting isinya dan tekhnis itu nggak usah pusing. Kalo aku inget-inget lagi, mungkin gara-gara di naskah kami ada kata-kata yang begini ini neh:
“BERDISKUSILAH! JANGAN BERDEBAT! JANGANLAH DI ANTARA KALIAN MERASA YANG PALING BENAR. BERKUASA. PALING PINTAR. PALING HEBAT. KALIAN HANYA MANUSIA INDONESIA YANG HIDUP DALAM KUBANGAN KEBOBROKAN. Jadi berdiskusilah… jangan berdebat… “

“Kalian harus mulai berajar menerima! Jangan pernah merasa paling benar. Kebenaran hanya ada pada diri Tuhan! Kalian hanyalah manusia yang harus saling belajar…. Ingat! Berdiskusilah, jangan berdebat!”

Jadi pengen seneng neh. Jujur, aku bahagia. Cita-citaku untuk menyebarkan hakikat pendidikan yang benar akhirnya bisa dijalankan melalui misi teater. Energiku pulih, layaknya orang yang baru saja mati suri dan mendapatkan ilham Tuhan. Atau apalah itu. Intinya 2009 ini aku ingin bangkit, aku pengen bangkit, dan aku akan menyeimbangkan antara akherat dan dunia. Dua-duanya tidak boleh ada yang terasa lebih berat. Tapi sekali lagi, harus seimbang.


“Kalian sebaiknya tampilin naskah yang tadi itu bukan hanya di sini. Tapi harus di depan birokrat, dan kalo perlu guru-guru seIndonesia dikumpulin dan kalian maen di depan mereka!” saran salah satu mahasiswa yang juga abis mementaskan sebuah lakon teater menggebu-gebu.
Aku lalu bercerita tentang sedikit pengalaman di Jakarta taon 2007 lalu. “Aku dulu pernah tampil secara monolog di kantor direktorat. Di situ aku baca puisi juga tentang pendidikan. Sayangnya, pak Bambang Sudibyonya udah keluar duluan. Tapi para anak buahnya yang sempet menyaksikan, mereka pada nangis….”
“Itu aja baru puisi. Apalagi yang ini tadi.”
Astaga! Energi dalam jiwaku serasa menggelembung dan berkumpul menjadi molekul-molekul inspirasi dan spirit.
“Naskah kalian tadi sangat spektakuler!” sambung Babae, selaku sesepuh teaternya anak-anak kampus. “Kalian adalah sebenar-benarnya pahlawan. Kalian ini yang mencerdaskan bangsa, tapi kenapa yang tampak di masyarakat hanya tontonan semacam sinetron? Ayolah, kalian harus maju dan berusaha terus. Aku yakin, naskah yang ini tadi tidak akan basi hingga sepuluh tahun ke depan. Berjuanglah!”
Kami akan jihad. Kami akan tur keliling sekolah! Batinku mendadak. Naik bergejolak. Walah, bahasa apalagi neh. Ya intinya langsung berdiri lagi dah spirit aku.
Dan begitu forum selesai dan keluar ruangan, aku langsung teriak manggil mas Tung-Tung.
“Mas Tung Tuuuuuuuuuungggg…!!!”
“OPO?!” tanggep pria gondrong dengan dandangan cuek ini sambil jalan ke arahku.
“Manageri kami dong,” pintaku begitu kita beradepan.
“Wegah!” tegasnya sambil tersenyum tanggung.
Ha? Aku melongo. Masih aja jaim dia. Hahahahahha. Tapi sorot mata mas Tung-Tung jelas nggak bisa bohong. Aku bisa melihat hatinya dengan sangat jelas. Bahwa, guru freelance kami itu sangat bangga melihat aku dan teman-temanku dalam berteater. Hidup Gedhek! Kami akan jihad dengan naskah BOBROK. HAPUS KEBOBROKAN PENDIDIKAN INDONESIA.
“Dan negri ini… hanya butuh satu pelajaran lagi. Yakni, pelajaran yang bernama manfaat…”
Ah, indahnya apabila seluruh manusia di Indonesia ini bisa sekolah. Dan sekolah bukan lagi dijadikan tempat ajang bisnisasi, tapi benar-benar sebagai tempat untuk belajar. Jangan ampe deh, saking sibuknya sekolah, sampe lupa belajar. Wakakakakak!

♫ Biar kami di lereng gunung
Biar kami di ujung dusun
Semangat kami tak pernah pudar
Untuk berkreasi dan belajar ♫

2 komentar:

doniriadi.blogspot.com mengatakan...

Allahu akbar!!!

this is the real maya...
powerfull! energic!! and heroic!
^_^
seneng baca spirit yang menyala-nyala di balik artikel ini,
meski ayah ga bisa ikut menyaksikan, tapi yakin seyakinnya..memang demikianlah indahnya.

maju trus anak muda!

and lets sing:
"biar kami di lereng gunung....dst"
^_^

budi maryono mengatakan...

Aku pengin nonton, aku pengin nonton!!!!!!